Minggu, 08 Desember 2013

Pengendalian Operasional



            Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan aktivitas yang terkait dengan aspek penting lingkungan teridentifikasi sejalan dengan kebijakan, tujuan dan sasaran. Organisasi harus merencanakan aktivitas tersebut, termasuk pemeliharaan, untuk menyakinkan bahwa aktivitas dilakukan di bawah kondisi yang ditetapkan dengan cara :

  1. membuat dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk menangani situasi dimana ketiadaannya dapat menyebabkan deviasi dari kebijakan dan tujuan dan sasaran lingkungan.
  2. Menetapkan kriteria operasi dalam prosedur;
  3. Membuat dan memelihara prosedur yang terkait dengan aspek  penting lingkungan yang teridentifikasi dari barang dan jasa yang digunakan organisasi dan mengkomunikasikan prosedur dan persyaratan terkait kepada pemasok dan kontraktor.
 (Sumber: ISO 14001: 1996)

URAIAN
Kewajiban utama perusahaan adalah mengelola dampak-dampak lingkungan penting yang diwujudkan dalam dua cara, yaitu pelaksanaan tujuan dan sasaran lingkungan dan/atau pengendalian operasi atau sering disebut sebagai pengendalian pencemaran. Pengendalian pencemaran merupakan bentuk pengelolaan terhadap suatu kinerja lingkungan yang sudah diterima tingkat pencapaiannya, Misalnya kualitas buangan limbah cairnya sudah berada dibawah baku mutu pemerintah. Dengan kata lain perusahaan telah menetapkan tidak ada aktivitas peningkatan dari kualitas limbah atau kinerja saat ini. Lebih jauh, Pengendalian dampak penting harus mencakup dampak penting yang muncul pada kondisi normal dan abnormal sedangkan dampak pada kondisi darurat akan ditangani oleh elemen 4.4.7.

Organisasi dapat membuat suatu rencana yang sempurna (daftar aspek penting, tujuan/sasaran lingkungan, dan PML) sebagaimana dituangkan dalam klausa Perencanaan tetapi hal itu tidak ada artinya apabila tidak ada bukti-bukti praktek pengendalian pencemaran yang baik seperti IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah- pengolahan fisik/kimia/biologi), APPU (Alat pengendalian pencemaran udara: electrostatic precipitator, scrubber, bag filter), Pengelolaan Limbah B3 (Insinerator, Landfill), dan lain lain. Dengan kata lain, pengendalian pencemaran harus dilakukan paralel dengan penerapan PML karena suatu pabrik tidak mungkin tidak memiliki suatu bentuk pengelolaan lingkungan dan hanya mengandalkan seratus persen dokumentasi tentang PML. Pada umumnya, perusahaan yang sudah menerapkan AMDAL sebagai bagian dari persyaratan ijin operasi akan memiliki praktek-praktek pengendalian operasional tersebut.
 Selain itu, kinerja lingkungan dalam arti kepatuhan perusahaan terhadap peraturan lingkungan merupakan fungsi dari kesuksesan dari Pengendalian Operasional. Perusahaan yang memiliki aspek penting buangan limbah cair tentunya harus memiliki IPAL dan mampu membuang limbah cairnya di bawah baku mutu yang sesuai dengan jenis industrinya.  Bahan-bahan kimia harus dicatat jumlahnya, disimpan dengan baik, diberi label dan kemasan dibersihkan sebelum dibuang ke tempat pembuangan domestik sebagaimana diatur dalam Peraturan mengenai Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
 Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan aktivitas yang terkait dengan aspek penting lingkungan teridentifikasi sejalan dengan kebijakan, tujuan dan sasaran.
Klausa ini menekankan perlunya keterkaitan antara pengendalian pencemaran dan penerapan tujuan dan sasaran sebagai bentuk pengelolaan lingkungan yang harus mendukung tercapainya kebijakan lingkungan. Ketika kebijakan lingkungan memberikan komitmen untuk  memenuhi baku mutu emisi gas dari tungku bakar (furnace) maka perusahaan harus memiliki suatu Alat Pengendalian Pencemaran udara (misalnya, scrubber) yang bekerja dengan baik atau jika tidak harus ada tujuan/sasaran untuk memperbaiki kinerja dari scrubber tersebut.
Organisasi harus merencanakan aktivitas tersebut, termasuk pemeliharaan, untuk menyakinkan bahwa aktivitas dilakukan di bawah kondisi yang ditetapkan dengan cara
  • membuat dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk menangani situasi dimana ketiadaannya dapat menyebabkan deviasi dari kebijakan dan tujuan dan sasaran lingkungan.
Perusahaan harus membuat suatu rencana atau tata cara (mekanisma) untuk mengelola aktivitas berdampak penting dengan cara menetapkan dan menjalankan kegiatan sesuai dengan kondisi-kondisi yang telah ditetapkan di dalam tata cara tersebut. Kondisi yang ditetapkan untuk limbah dari kantin, sebagai contoh, adalah jika limbah tersebut ditaruh berdasarkan jenisnya (organik atau anorganik) dan tidak tercampur, diambil setiap hari untuk menghindari bau yang mungkin timbul dari sampah organik serta membuat bukti serah terima dengan Dinas Kebersihan. Jika kondisi tersebut tidak dipenuhi maka sudah seharusnya masalah tersebut dimunculkan dalam Prosedur Tindakan Pencegahan dan Perbaikan (Klausa 4.5.3). Juga ditegaskan bahwa tata cara tersebut meliputi pemeliharaan karena secara jelas bahwa kegiatan pemeliharaan menimbulkan dampak penting seperti buangan berupa oli, suku cadang dan baterai bekas serta scrap logam.
 Selanjutnya disebutkan untuk membuat prosedur terdokumentasi sehingga deviasi dapat dihindari. Ini tentu tidak berarti bahwa semua aktivitas pengendalian pencemaran harus dibuat prosedur tertulis tetapi organisasi harus bisa memilah akvititas yang membutuhkan keberadaan dokumen atau cukup mengandalkan kepada kompetensi karyawan terkait. Pembuangan sampah ke tong-tong khusus yang sesuai dengan jenisnya (sampah kertas, plastic dan logam) mungkin berjalan dengan baik dengan memasang label disetiap lokasi tempat sampah tanpa harus membuat prosedur/instruksi kerja tertulis. Jadi tim SML harus mampu menilai tata cara yang harus dituliskan dalam prosedur atau dapat dijalankan dengan cara lain.
 ·  Menetapkan kriteria operasi di dalam prosedur
Pengelolaan Dampak terkendali adalah jika kegiatan tersebut dilakukan dalam batasan-batasan operasi yang telah ditetapkan atau kriteria operasi. Kriteria operasi tersebut dapat berupa parameter-parameter alat pengendalian pencemaran seperti halnya Temperatur operasi di bak reduksi, pH di pengolahan awal kimia dan kriteria berupa kualitas buangan akhir limbah cair sebagaimana ditetapkan Peraturan terkait. Contoh-contoh lain, Alat Penangkap debu di pabrik semen, baja atau yang sejenis memiliki parameter operasi temperatur EP pada kisaran 125-175oC dan kandungan CO pada maksimum 1 ppm sedangkan baku mutu emisi kadar debu pada 50 mg/Nm3. Suatu prosedur kerja yang memenuhi Standar jika menyebutkan batasan-batasan operasi tersebut yang dapat digunakan sebagai panduan oleh karyawan dan mencatat secara periodik sesuai dengan kebutuhan.
 ·  Membuat dan memelihara prosedur yang terkait dengan aspek penting lingkungan yang teridentifikasi dari barang dan jasa yang digunakan oleh organisasi dan mengkomunikasikan prosedur dan persyaratan terkait kepada pemasok dan kontraktor
Sub klausa ini merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi aspek dan evaluasi dampak penting terhadap aspek dari kegiatan pemasok, subkontraktor dan produk yang termasuk di dalam ruang lingkup Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan kata lain, setelah suatu aspek penting dari sub kontaktor telah masuk dalam lingkup system karena dapat dikendalikan dan dipengaruhi secara bisnis oleh perusahaan maka aspek penting tersebut harus dikendalikan. Bentuk-bentuk pengendaliannya antara lain pengawasan langsung ketika pemasok melakukan bongkar muat di areal gudang; pembuatan kontrak yang menyatakan bahwa kontraktor akan mentaati peraturan-peraturan lingkungan; surat perjanjian bahwa pemasok harus selalu melengkapi bahan-bahan kimia dengan MSDS dan Alat Pelindung Diri untuk para pengemudinya, dan lain lain.

Keefektifan prosedur tersebut tentu saja sangat tergantung pada sosialisasi dan pemantauan terhadap kinerja para pemasok dan kontraktor. Bukti-bukti proses komunikasi dapat bervariasi dari bentuk fisik sederhana berupa daftar absensi ketika melakukan briefing dan pelatihan, surat-surat edaran dan pengumuman-pengumuman. Tetapi realita yang diperlukan adalah para pemasok dan kontraktor tidak melanggar prosedur-prosedur dan persyaratan-persyaratan lingkungan perusahaan dan pemerintah  atau tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.


PERMASALAHAN
  1. Pengendalian operasional mencakup pengendalian pencemaran yang lebih dikenal sebelumnya, sebagaimana disebutkan di atas berupa IPAL, APPU, PLB3, dll. Yang dikenal atau terdapat di dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL. Walaupun daftar yang tercantum di dalam dokumen resmi tersebut tetapi pada umumnya tidak semua dampak penting lingkungan dan pengendaliannya terdapat didalamnya. Perusahan sering terjebak untuk menerapkan Pengendalian Pencemaran berdasarkan pada Daftar ini saja sehingga tentu melewatkan beberapa aspek penting yang dihasilkan dari penerapan Klausa 4.3.1.
  2. Prosedur pengendalian operasional sering tidak mencantumkan criteria operasi sehingga tidak ada jaminan apakah kinerja lingkungan akan dipertahankan secara konsisten dan membaik dari waktu ke waktu.
  3. Pengendalian dampak penting tidak langsung dari kontraktor, pemasok merupakan bagian yang sering tidak tersentuh karena perusahaan menganggap bahwa mereka sudah diluar tanggung jawab. Namun Standar dengan jelas menetapkan bahwa harus ada kendali terhadap dampak-dampak penting tidak langsung yang masih dalam jangkauan pengaruh dan kendali secara bisnis.
 PENERAPAN
  1. Membuat daftar aktivitas yang terkait dengan aspek penting lingkungan. Berbagai aspek penting yang sama (sifat fasanya sama misalnya buangan limbah cair di produksi dan di utilities atau pencemaran gas-gas di dalam ruangan produksi) dikelompokkan ke dalam satu grup. Karena dampak penting tersebut cukup dikendalikan dengan masing-masing satu prosedur: Pengendalian Pencemaran Air dan Pengendalian Pencemaran Udara. Instruksi kerja akan memfasilitasi tata cara spesifik yang berlaku pada masing-masing alat (jika berbeda antara satu sumber dengan sumber lain).
  2. Menetapkan status pengelolaan berdasarkan kinerja lingkungannya, salah satu yang terpenting adalah apakah parameter limbah sudah di bawah persyaratan peraturan?
  3. Menetapkan parameter-parameter operasi suatu unit pengendalian pencemaran:
  • IPAL: baku mutu (BOD, COD, TSS, dll), Laju alir limbah cair, Temperatur operasi tangki flokulasi, kandungan oksigen di tangki sludge teraktivasi, dll.
  • APPU: baku mutu (opasitas, SO2, NO2, dll), Temperatur Elektrostatik presipitator, Laju aliran scrubber, dll.
  • PLB3: Jumlah dan karakterisasi limbah B3; kondisi label/simbol, kondisi segreasi tempat penyimpanan, dll.
  • PL Domestik: Jumlah limbah domestik; kondisi visual tempat sampah,

  1. Membuat prosedur terdokumentasi untuk masing-masing kelompok dampak penting tersebut tersebut.
  2. Mensosialisaikan prosedur kepada seluruh karyawan dan kontraktor, khususnya untuk mendapatkan umpan balik jika prosedur atau instruksi kerja tersebut membutuhkan revisi. Kegiatan pengendalian dishift I mungkin berbeda dengan shift III (malam hari).
  3. Menerapkan prosedur berdasarkan masukan terakhir dan mulai menghasilkan catatan-catatan yang diperlukan. Setelah beberapa saat (1 atau 2 bulan) dilakukan evaluasi untuk melihat kesesuian dengan kenyataan di lapangan. Revisi jika ada bagian-bagian yang tidak dapat dijalankan.
DOKUMENTASI
  1. Pedoman Lingkungan menyebutkan bentuk-bentuk pengendalian yang berlaku di dalam perusahaan termasuk kebijakan terhadap para kontraktor dan pemasok.
  2. Prosedur atau instruksi kerja tentang Pengendalian Pencemaran Air; Pengendalian Pencemaran Udara; Pengelolaan Limbah B3;  Pengelolaan Limbah Domestik dan Pengendalian Dampak dari Kontraktor dan Pemasok.
  3. Check-sheet pengoperasian IPAL, Dust Collector, Limbah B3 dan lain sebagainya.
 KESIMPULAN
Pengendalian operasi merupakan inti dari Sistem Manajemen Lingkungan karena penerapan yang efektif terhadap Klausa ini berarti suatu kinerja lingkungan yang mampu memenuhi ketentuan peraturan, mencegah pencemaran dan bertambah baik dari waktu ke waktu atau terpenuhinya komitmen dalam Kebijakan Lingkungan.
http://www.paradigm-consultant.com/2009/07/25/pengendalian-operasional/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar